BAB I
PENDAHULUAN
Adalah
thariqat itu suatu sikap hidup Orang yang teguh pada pegangan yang genap Ia
waspada dalam ibadah yang mantap Bersikap wara' berperilaku dan sikap Dengan
riyadhah itulah jalan yang tetap.
Para
Ulama berpendapat thariqat adalah jalan yang ditempuh dan sangat waspada dan
berhati-hati ketika beramal ibadah. Seseorang tidak begitu saja melakukan
rukhshah (ibadah yang meringankan) dalam menjalankan macam-macam ibadah.
Walaupun ada kebolehan melakukan rukhshah, akan tetapi sangat berhati-hati
melaksanakan amal ibadah. Diantara sikap hati-hati itu adalah bersifat wara'.
Menurut
al-Qusyairy, wara' artinya berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat
syubhat (sesuatu yang diragukan halal haramnya). Bersikap wara' adalah suatu
pilihan bagi ahli thariqat.
Imam
al-Ghazaly membagi sifat wara' dalam empat tingkatan. Tingkat yang terendah
adalah wara'ul 'adl (wara' orang yang adil) yakni meninggalkan suatu perbuatan
sesuai dengan ajaran fiqh, seperti makan riba atau perjanjian-perjanjian yang
meragukan dan amal yang dianggap bertentangan atau batal.
Tingkat
agak ke atas adalah wara'ush shâlihîn (wara' orang-orang saleh). Yakni
menjauhkan diri dari semua perkara subhat, seperti makanan yang tidak jelas
asal usulnya, atau ragu atas suatu yang ada di tangan atau sedang dikerjakan,
atau disimpan.
Tingkat
yang atasnya lagi, adalah wara'ul muttaqqîn (wara' orang-orang yang takwa).
Yakni meninggalkan perbuatan yang sebenarnya dibolehkan (mubah), karena kuatir
kalau-kalau membahayakan, atau mengganggu keimanan, seperti bergaul dengan
orang-orang yang membahayakan, orang-orang yang suka bermaksiat, memakai
pakaian yang serupa dengan orang- orang yang berakhlak jelek, menyimpan
barang-barang berbahaya atau diragukan kebaikannya. Contoh, sahabat Umar bin
Khattab meninggalkan 9/10 (sembilan per sepuluh) dari hartanya yang halal
karena kuatir berasal dari perilaku haram.
Tingkat
yang tertinggi adalah, wara'ush shiddiqqîn (wara' orang-orang yang jujur).
Yakni menghindari sesuatu walaupun tidak ada bahaya sedikitpun, umpamanya
hal-hal yang mubah yang terasa syubhat.
Namun yang menjadi catatan penting disini, bukan hanya
menjalankan perihal-perihal yang sudah dikonsep oleh para ahli tarekat, tapi
sebagai pemula atau pembelajar tarekat, lebih mengawali langkahnya untuk
mengetahui apa itu tarekat dan seperti apa tujuan dan karakteristik yang ada di
dalam tarekat itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tarikat
Istilah tarikat berasal dari kata at-Tariq (jalan) menuju kepada
hakikat, atau dengan kata lain pengamalan syariat, yang disebut al-Jara atau
al-Amal, sehingga Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam
definisi, yang berturut-turut disebutkan:
الطريقة هي العمل بالشريعة والاخذ بعزائمها والبعد عن
التساهل فيما لا ينبغى التساهل فيه
Artinya: “Tarikat adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban
ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah),
yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.”
الطريقة هي إجتناب المنهيات ظاهرا وباطنا وامتثال
الاوامر الالهية بقدر الطاقة
Artinya: “Tarikat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah
Tuhan sesuai dengan kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata
maupun yang tidak (bathin).”
الطريقة هي إجتناب المحرمات والمكروهات وفضول المباحات
واداء الفرائض فما استطاع من النوافل تحت رعاية عارف من اهل النهاية
Artinya: “Tarikat adalah meninggalkan yang haram dan makruh,
memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadilah, menunaikan
hal-hal yang diwajibkan dan yang disunatkan, sesuai dengan kesanggupan
(pelaksanaan) di bawah bimbingan seorang arif (Syeikh) dari (sufi) yang
mencita-citakan suatu tujuan.”
Dapat pula digambarkan tarikat sebagai
jalan yang berpangkal dari syari’at sebab jalan utama disebut syari’, sedangkan
anak jalan disebut Thariq.
Menurut Harun Nasution, tarikat berasal
dari kata thariqah, yang artinya jalan yang harus ditempuh oleh seorang
calon sufi agar ia berada sedekat
mungkin dengan Allah. Thariqah kemudian mengandung arti organisasi. Tiap tarikat
mempunyai syaikh, upacara ritual, dan bentuk dzikir sendiri.
Dengan demikian, ada dua pengertian tarekat.
1.
Tarekat sebagai pendidikan kerohanian yang dilakukan oleh
orang-orang yang menjalani kehidupan tasawuf untuk mencapai tingkat karohanian
tertentu. Tarekat dalam arti ini adalah dari sisi amaliah.
2.
Tarekats ebagai sebuah perkumpulan atau organisasi yang didirikan
menurut aturan yang telah ditetapkan oleh seorang syaikh yang menganut suatu
aliran tarekat tertentu. Dalam organisasi itulah, seorang syaikh mengajarkan
amalan-amalan (tasawuf)menurut aliran yang dianutnya, kemudian diamalkan oleh
apra muridnya secara bersama-sama di satu tempat yang disebut ribath, zawiyah, atau taqiyah. Gurunya disebut mursyid atau
syaikh dan wakilnya disebut khalifah.
Menurut L. Massignon, yang pernah
mengadakan penelitian terhadap kehidupan tasawuf di beberapa Negara Islam,
menarik suatu kesimpulan bahwa istilah tarikat mempunyai dua macam pengertian.
1. Tarikat yang diartikan sebagai pendidikan
kerohanian yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan
tasawuf, untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut “Al-maqamat”
dan “Al-Ahwal”. Pengertian yang seperti ini, menonjol sekitar abad ke-IX dan
ke-X Masehi.
2. Tarikat yang diartikan sebagai kumpulan
yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang syeikh yang
menganut suatu aliran tarikat tertentu. Maka dalam perkumpulan itulah seorang
syeikh yang menganut suatu aliran yang mengajarkan ilmu tasawuf menurut aliran tarikat
yang dianutnya, lalu diamalkan bersama dengan murid-muridnya. Pengertian yang
seperti ini, menonjol sesudah abad ke-IX Masehi.
Dari pengertian dan definisi di atas, maka
tarikat itu dapat dilihat dari dua sisi; yaitu amaliyah dan perkumpulan
(organisasi). Sisi amaliyah merupakan latihan kejiwaan (kerohanian); baik yang
dilakukan oleh seseorang, maupun secara bersama-sama, dengan melalui
aturan-aturan tertentu untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut
“Al-Maqamat” dan “Al-Akhwal”, meskipun kedua istilah ini ada segi perbedaannya.
Latihan kerohanian itu, sering juga disebut “suluk”, maka pengertian tarikat
dan suluk adalah sama, bila dilihat dari sisi amalannya (Prakteknya). Tetapi
kalau dilihat dari sisi organisasinya (perkumpulannya), tentu saja pengertian
tarikat dan suluk tidak sama.
Di kaji kembali, kata tarikat berarti
jalan. Menurut istilah, tarikat ialah jalan atau cara yang ditempuh menuju
keridlaan Allah. Adapun kata suluk ialah berarti menempuh perjalanan. Kata
suluk berasal dari kata “salaka”. Dalam istilah tasawuf, suluk adalah ikhtiar
(usaha) dalam menempuh jalan untuk mencapai tujuan tarikat. Orang yang
menjalankan ikhtiar tersebut dinamakan salik.
Kembali pada konteks definisi tarikat
menurut L. Massignon. Tarikat kerohanian yang disebut maqam hanya dapat
diperoleh dengan cara pengalaman ajaran tasawuf yang sungguh-sungguh. Sedangkan
akhwal, di samping dapat diperoleh manusia yang mengamalkannya, dapat juga
diperoleh manusia hanya karena anugerah semata-mata dari Tuhan, meskipun ia
tidak pernah mengamalkan ajaran tasawuf secara sungguh-sungguh.
Adapun para ulama’ berpendapat tarikat
adalah suatu jalan yang ditempuh dengan sangat waspada dan berhati-hati ketika
beramal ibadah. Seseorang tidak begitu saja melakukan rukhshah (ibadah
yang meringankan) dalam menjalankan macam-macam ibadah. Walaupun ada kebolehan
melakukan rukhshah, akan tetapi sangat berhati-hati melaksanakan amal
ibadah. Di antara sikap hati-hati itu adalah bersifat wara’. Menurut
Al-Qusyairy, wara’ artinya berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bersifat
syubhat (sesuatu yang diragukan halal haramnya). Bersikap wara’ adalah suatu
pilihan bagi ahli tarikat.
Dengan
bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal
laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin
mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa
penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
B. Tujuan
Tarikat ditilik dari Karakteristiknya
Secara umum, tujuan terpenting dari sufi
adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Akan tetapi apabila
diperhatikan karakteristik tasawuf secara umum, terlihat adanya tiga sasaran
yaitu:
1. Bertujuan untuk pembinaan aspek moral.
Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa yang berkeseimbangan, penguasaan
dan pengendalian hawa nafsu sehingga manusia konsisten dan komitmen hanya
kepada keluhuran moral. Tasawuf yang bertujuan moralitas ini, pada umumnya
bersifat praktis.
2. Untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan
langsung atau metode al-kasyf al-hijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat
teoritis dengan seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara
sistematis analitis.
3. Membahas bagaimana system pengenalan dan
pendekatan diri kepada Allah secara mistis fisolofis, pengkajian garis hubungan
antara Tuhan dengan makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan, dan apa
arti dekat dengan Tuhan. Dalam hal apa makna dekat dengan Tuhan itu, terdapat tiga
simbolisme, yaitu: dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran Tuhan dalam
hati, dekat dalam arti berjumpa dengan Tuhan sehingga terjadi dialog antara
manusia dengan Tuhan, dan makna dekat ayang ketiga adalah penyatuan manusia
dengan Tuhan sehingga yang terjadi adalah monolog antara manusia yang telah
menyatu dalam iradat Tuhan.
Untuk memperoleh gambaran emperik-sosiologis tentang bagiamana
ajaran tarekat ini menjadi suatu yang nyata, salah satunya adalah mengamati
karakteristik sosial para pengikutnya. Sebab, perilaku sosial yang diperankan
suatu komunitas, termasuk komunitas pengikut tarekat, dipengaruhi oleh tata
nilai yang diyakininya. Agama, misalnya, merupakan tata nilai yang menjadi ciri
pembeda bagi suatu komunitas dari komunitas lainnya, baik komunitas yang tidak
beragama maupun penganut agama yang berbeda. Oleh karena itu, perilaku sosial
para pengikut tarekat dapat diasumsikan sebagai suatu gambaran nyata yang dapat
diamati tentang ajaran atau tata nilai suatu aliran keagamaan, khususnya tarekat.
BAB III
PENUTUP
Istilah tarikat berasal dari kata at-Tariq (jalan) menuju kepada
hakikat, atau dengan kata lain pengamalan syariat, yang disebut al-Jara atau
al-Amal. Menurut Harun Nasution, tarikat berasal
dari kata thariqah, yang artinya jalan yang harus ditempuh oleh seorang
calon sufi agar ia berada sedekat
mungkin dengan Allah.
Dengan
bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal
laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin
mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa
penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Secara umum, tujuan terpenting dari sufi
adalah agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Akan tetapi apabila diperhatikan
karakteristik tasawuf secara umum, terlihat adanya tiga sasaran yaitu:
- Bertujuan untuk pembinaan aspek moral.
- Untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-kasyf al-hijab.
- Membahas bagaimana system pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah secara mistis fisolofis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan dengan makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan, dan apa arti dekat dengan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. A. Bachrun
Rif’i, M. Ag, Drs. H. Hasan Mud’is, M. Ag, Filsafat
Tasawuf, Bandung; CV Pustaka Setia, 2010
Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung; CV Pustaka
Setia, 2010
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta; PT.
Erlangga, 2006
Prof. Dr. H.
Dadang Kahmad, M. Si, Tarekat dalam Islam, Bandung; CV Pustaka Setia,
2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar