
BAB I
PENDAHULUAN
Haji adalah rukun islam yang berada diurutan ke lima setelah rukun
islam yang empat. Lalu kenapa diletakkan pada urutan ke lima? Istilah seperti
ini sebenarnya bukanlah suatu perkara yang membatasi antara urutan pertama dan
urutan dibawahnya, bahkan dengan urutan yang terakhir. Sebab apabila hal
demikian adalah seuatu perkara yang serius, maka akan terkonsep sebuah tolak
ukur sebuah hukum yang nilainya sangat jauh antara urutan yang pertama dengan
urutan yang ada di bawahnya. Padahal secara spritual, tingkat gambaran di atas
tidak berpengaruh terhadap nilai secara dhahir mengenai sebuah perkara wajib.
Yang terpenting disini, seberapa nilai kita melakukan ibadah itu sendiri.
Tidak ada ukuran nilai haji dengan nilai puasa, tidak ada ukuran
nilai haji dengan zakat, bahkan tidak ada ukuran nilai haji dengan shalat. Yang
menjadi tolak ukur sebenarnya disini adalah, seberapa kuat kita mengamalkan
syahadatain dengan melalui system empat ibadah tersebut (Shalat, zakat, puasa
dan haji).
Memang pada tingkat kewajiban disini, ibadah haji hanya menjadi
wajib bagi orang yang mampu, dan tidak wajib bagi orang yang tidak mampu. Namun,
tidak ada seorangpun yang tidak ingin naik haji karena keterbatasan harta.
Bahkan sudah banyak fenomena yang membuktikan, justru orang miskin yang
akhirnya banyak mampu melaksanakan ibadah haji. Contohnya, seperti kisah nyata
seorang penjual bubur yang mampu naik
haji sampai dua kali. Begitu banyak film-film bioskop indonesia yang
menceritakan orang miskin mampu naik haji. Jika memang kita punya kemauan yang
kuat untuk naik haji, tidak mungkin Allah SWT pasti akan membantunya dengan
berbagai jalan yang diridhai-Nya.
Untuk itu jangan pernah berpikir, bahwa orang miskin tidak akan
mampu naik haji, sehingga orang miskin itu sendiri enggan untuk mempelajari
konsep-konsep haji, dari rukun-rukunnya hingga syarat-syaratnya. Marilah!
Belajar secara tuntas, sebagai bekal nantinya ketika Allah memberi sebuah
kemampuan untuk melaksanakan haji. Dalam makalah ini tidak hanya membicarakan
masalah haji, akan tetapi sebuah ibadah yang prakteknya juga tidak jauh beda
dengan haji, yakni mengenai umrah, rukun dan syarat umrah itu sendiri.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Haji
Haji, pengertiannya secara etemologi bermakna: mendatangi sesuatu
yang diagungkan, dan secara terminologi adalah mendatangi Baitullah al-Haram
untuk menunaikan manasik tertentu dengan tata cara tertentu dalam waktu
tertentu.[1]
Definisi haji adalah pergi menuju kota Mekah untuk mengerjakan
ibadah thawaf, sa’I, wuquf di arafah dan seluruh manasik lainnya, dalam rangka
menjalankan perintah Allah dan mencapai keridhaan-Nya.[2]
Sebagaimana fiman Allah SWT: “Sesungguhnya, rumah yang mula-mula
dibangun untuk (tempat beribadah) manusia adalah Baitullah yang Dibakkah
(Mekah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya
terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. Siapa
memasukinya (Baitullah itu) menjadi amalan dia. Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan
perjalanan ke Baitullah. Siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya,
Allah Mahakarya dari semesta alam.” (Ali Imran: 96-97)
Haji merupakan salah satu rukun di antara kelima rukun islam dan
salah satu di antara sekian kewajiban
agama yang diketahui secara pasti. Artinya, apabila seorang mengingkarinya,
maka dia menjadi kafir dan keluar (murtad) dari Islam.
Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW berkhutbah dihadapan
kami dimana beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah
telah mewajibkan haji kepada kamu sekalian; oleh karena itu berhajilah”.
Ada seorang laki-laki bertanya: “Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?”.
Beliau terdiam, sampai orang itu mengulanginya tiga kali, kemudian Rasulullah
SAW bersabda: “Seandainya aku mengatakan ‘ya’ berarti menjadi wajib, dan
niscaya kalian tidak mampu, karena sesungguhnya ummat-ummat sebelum kamu itu
binasa karena banyaknya pertanyaan dan karena mereka suka berselisih dengan
Nabi-Nabi mereka. Oleh karena itu jika aku memerintahkan sesuatu kepadamu maka
laksanakanlah sekuat tenagamu, dan jika aku melarang sesuatu maka
tinggalkanlah.” (HR. Muslim)[3]
B.
Pengertian Umrah
Kata al-Umrah berasal dari Al-I’timar yang berarti kunjungan.
Maksudnya adalah kunjungan ke ka’bah dan mengerjakan thawaf di sekelilingnya,
lalu dilanjutkan dengan sa’I di antara shafa dan Marwah, dan ditutup dengan
mencukur rambut atau memendekkannya.[4]
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan dalam Fath al-Bari bahwa
kata Umrah berasal dari kata memakmurkan (‘Imarah) Masjidil Haram sedangkan
secara terminologi adalah ihram dari
miqat, thawaf, sa’I dan mencukur rambut seluruhnya (al-Halq) atau
memendekkannya saja (at-Taqshir).[5]
Seluruh ulama’ sepakat (ijma’), umrah adalah ibadah yang ditetapkan
oleh syariat. Ibnu Abbas r.a menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Umrah
di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan satu kali haji.” (HR. Ahmad Ibnu
Majah)[6]
Dari Ibnu Abbas r.a bahwasannya Nabi SAW bersabda: “Umrah pada
bulan ramadhan itu sebanding dengan haji atau sebanding dengan haji bersama
aku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ulama’ Mazhab Hanafi dan Imam Malik berpendapat, umrah adalah
sunnah. Dalilnya adalah hadits Jabir r.a bahwa Nabi SAW ditanya tentang hukum
umrah, apakah wajib? Beliau menjawab, “Tidak”. Hadits ini hasan shahih.[7]
Menurut para ulama’ madzhab Syafi’ie dan Imam Ahmad, hukum umrah
adalah wajib. Dalilnya adalah firman Allah SWT “Dan sempurnakanlah haji dan
Umrah karena Allah.” (Al-Baqarah: 196) Dalam ayat ini, umrah disandingkan
dengan haji yang hukumnya adalah wajib, sehingga umrah pun menjadi wajib.
C.
Syarat, Rukun dan Wajib Haji
1. Syarat haji
Syarat
wajib haji adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia
diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah
satu dari syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji. Ulama’
fiqih sepakat bahwa haji wajib dilaksanakan dengan syarat-syarat berikut:
- Islam
- Baligh
- Berakal
- Merdeka
- Kesanggupan/mampu
2.
Rukun
Haji
Yang dimaksud
rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji, dan jika
tidak dikerjakan hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut:
- Ihram; ialah pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umrah dengan memakai pakaian ihram disertai niat haji atau umrah di miqat. Adapun bagi wanita , tidak ada pakaian haji yang dikhususkan. Wanita hendaknya memakai pakaian yang dapat menutupi aurat dan lekuk tubuhnya dengan warna apa saja (tidak harus putih) juga tidak mengenakan perhiasan.[8]
- Wuquf di arafah, yaitu diam diri, dzikir dan berdoa di Arafah pada tanggal 09 zulhijjah. Wuquf dipandang cukup bila dilaksanakan apda bagian mana pun dalam rentang waktu tersebut, baik siang maupun malam. Hanya saja, jika wuquf dilakukan di siang hari, maka harus dituntaskan hingga setelah maghrib. Namun, jika wuquf dilakukan di malam hari, maka tidak ada keharusan apapun. Menurut Asy-Syafi’ie, memperpanjang wuquf hingga malam adalah Sunnah.
- Tawaf ifadah, yaitu mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah aqabah pada tanggal 10 Zulhijjah.
- Sa’ie, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara shafa dan Marwah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah tawaf ifadah.
- Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan sa’ie. Mencukur botak atau pendek ditetapkan oleh Al-quran, sunnah dan Ijma’. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (Al-Fath: 27) Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah mengasihi orang-orang yang mencukur rambut kepalanya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda lagi, “Semoga Allah mengasihi orang-orang yang mencukur rambut kepalanya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda lagi, “Semoga Allah mengasihi orang-orang yang mencukur rambut kepalanya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW bersabda, “Begitu juga orang-orang yang memendekkan rambutnya.”
- Tertib, yaitu mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal.
3. Wajib Haji
Wajib haji
adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai
pelengkap rukun haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka
hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda), yang termasuk wajib haji
adalah:
- Niat ihram, untuk haji atau umrah dari miqat makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
- Mabit (bermalam) di muzdalifah, pada tanggal 9 zulhijjah (dalam perjalanan dari arafah ke mina)
- Melontar jumrah aqabah, pada tanggal 10 zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil berucap, “Allahu Akbar, Allahummaj alhu hajjan mabruran wa zanban maghfuran”. Setiap kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
- Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 zulhijjah)
- Melontar jumrah ula, wustha dan aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 zulhijjah)
- Tawaf wada’, yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekkah.
- Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.
D. Rukun Umrah
Terdapat lima perkara dalam
Rukun Umrah yang mesti dilaksanakan oleh jemaah. Pelaksanaan Rukun Umrah tidak
boleh dibuat dengan mewakilkannya kepada orang lain. Sekiranya salah satu
daripada Rukun Umrah ditinggalkan secara sengaja atau tidak sengaja, ibadah
umrah tersebut adalah tidak sah. Lima Rukun Umrah ialah:
- Niat
- Tawaf
- Sai’e
- Tahallul
- Tertib
Niat
Setiap ibadah hendaklah dimulai
dengan niat. Jika seseorang itu tidak berniat sama ada sengaja atau terlupa
umrahnya menjadi tidak sah. Berniat umrah boleh dilakukan pada bila-bila masa.
Berikut ialah lafaz niat umrah:
نويت العمرة وأحرمت بها لله تعالى
Artinya : “Sahaja aku berniat umrah
dan berihram aku untuk melaksanakannya kerana Allah Ta’ala.”
Tawaf
Tawaf adalah salah satu rukun
yang sangat penting dalam ibadat umrah. Sekiranya ia tidak dilaksanakan
mengikut syarat-syaratnya, ia menjadi tidak sah dan justeru itu Sai’e, iaitu
rukun yang berikutnya juga akan menjadi tidak sah. Syarat- syarat sah tawaf sebagai berikut:
- Berniat mengelilingi Ka’abah semata-mata untuk menunaikan tawaf kerana Allah S.W.T. Lafaz niat Tawaf Umrah: نويت أن أطوف بهذا البيت طواف العمرة سبعة أشواط لله تعالى Artinya: “Aku berniat Tawaf Umrah di Ka’abah ini tujuh pusingan kerana Allah Taala.”
- Tawaf hendaklah dilakukan di luar Ka’abah tetapi di dalam Masjidil Haram. Tawaf boleh dilakukan di bahagian atas Masjidil Haram tetapi mesti dipastikan bahu sentiasa mengiringi Ka’abah.
- Tidak boleh menyentuh mana-mana bahagian Ka’abah termasuk Syazarwan (bingkai Ka’abah) semasa tawaf.
- Tidak boleh menggunakan laluan di bawah pancur emas antara Hijr Ismail dengan Ka’abah (kerana Hijr Ismail juga dikira sebahagian daripada Ka’abah
- Laluan tawaf hendaklah bersih daripada najis.
- Tawaf hendaklah dimulai dari belakang garisan Hijr al-aswad dan diakhiri dengan melangkah garisan yang sama.
- Tawaf hendaklah dilakukan sebanyak tujuh kali pusingan dengan sempurna dan yakin.
- Mesti mengirikan Ka’abah sepanjang masa tawaf. Beri perhatian khusus apabila tiba di penjuru-penjuru Ka’abah.
- Mesti suci daripada hadas kecil (yakni berwuduk).
- Mesti suci daripada hadas besar.
- Badan dan pakaian mesti suci daripada najis.( mendukung anak lelaki yang belum berkhatan adalah diaggap membawa najis yang menyebabkan tawaf menjadi tidak sah).
- Mesti menutup aurat.
Sai’e
Sai’e adalah juga satu rukun
yang penting dan perlu dilaksanakan dengan sempurna. Walaupun begitu sahnya
Sai’e bergantung kepada sahnya tawaf. Jika kerana sesuatu sebab, tawaf tidak
sah maka Sai’e yang walaupun dibuat dengan sempurna akan turut menjadi tidak
sah. Syarat-syarat sah Sai’e:
- Hendaklah dilakukan selepas tawaf.
- Tujuan hendaklah semata-mata untuk Sai’e.
- Sai’e hendaklah dimulai dari Bukit Safa dan tamat di Bukit Marwah.
- Sai’e dilakukan genap dan sempurna bilangan sebanyak tujuh kali. Perjalanan balik dari Marwah ke Safa dikira sekali pula.
- Jarak perjalanan Safa ke Marwah dikira dari kaki bukit ke kaki bukit. Tetapi sekurang-kurangnya ialah jarak yang ditentukan untuk mereka yang menggunakan kereta sorong.
- Perjalanan dari Safa ke Marwah dan sebaliknya tidak terputus yakni seseorang itu tidak melencong keluar melalui satu pintu dan masuk semula menerusi satu pintu lain.
Tahallul
Bertahallul maknanya melepaskan diri dari
larangan ihram menurut cara yang ditetapkan untuk umrah. Bagi umrah seseorang
itu boleh bertahallul setelah selesai melaksanakan dengan sempurna semua kerja-kerja
rukun yang lain iaitu niat, tawaf dan Sai’e. Syarat Tahallul
ialah Menggunakan sekurang-kurangnya tiga helai rambut (bukan bulu) dengan
cara bergunting atau dengan cara–cara lain. Tetapi adalah afdhal bagi lelaki
mencukur kepalanya. Bagi orang yang kepalanya tidak berambut memadai jika
dilalukan pisau di atas kepalanya. Adapun Perkara-perkara yang berkaitan
dengan jemaah wanita:
- Perempuan yang berambut panjang boleh memotong mana-mana bahagian rambutnya untuk tahallul asalkan tidak kurang dari tiga helai.
- Suami boleh menggunting rambut isterinya sebelum menggunting rambutnya sendiri selepas kedua-duanya selesai Sai’e umrah. Tetapi sebaik-baiknya suami menggunting rambutnya dulu.
- Perempuan haid boleh bertahallul dan rambut yang dipotong dimasukkan saja ke dalam bekas yang disediakan.
Tertib
Para jemaah hendaklah
melaksanakan segala Rukun Umrah satu persatu, mengikut tertibnya (aturan).
E.
Keutamaan Haji dan Umrah
Begitu banyak keutamaan haji
dan Umrah dari ibadah-ibadah yang lain. Dalam makalah ini tidak keseluruhan
diuraikan tentang keutamaan Haji dan Umrah, hanya sebagian saja, sebagai
gambaran jelas bahwa keutamaan haji dan Umrah sungguh luar biasa, di antaranya:
1. Orang yang berhaji dan berumrah
adalah tamu Allah. Imam an-Nisa’I r.a
berkata, “Isa bin Ibrahim bin Martsud mengabarkan kepada kami. Ia berkata,
‘Ibnu Wahb menceritakan kepada kami. Dari Makhramah, dari ayahnya, ia berkata,
‘Saya mendengar Suhail bin Abi Shalih berkata, ‘Saya mendengar ayahku berkata,
‘Saya mendengar Abu Hurairah berkata, ‘Rasulullah bersabda; “Tamu Allah itu
ada tiga; orang yang berperang, orang yang berhaji dan berumrah.” (Hasan)
2. Haji dan Umrah kefakiran. Imam
an-Nasa’I berkata, “Abu Daud mengabarkan kepada kami. Ia berkata, ‘Abu Attab
telah menceritakan keapda kami. Ia berkata, ‘Azrah bin Tsabit menceritakan
kepada kami, dari Amar bin Dinar, ia berkata, ‘Ibnu Abbas r.a berkata,
‘Rasulullah bersabda, “Susunkanlah antara haji dengan Umrah, karena keduanya
menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana ubunan (alat peniup api) tukang
besi menghilangkan karat besi.” (Shahih dengan semua syahidnya)
3. Umrah merupakan penebus dosa
dan Haji tidak ada balasannya selain surga. Imam Muslim r.a berkata, “Yahya bin
Yahya menceritakan kepada kami. Ia berkata ‘Saya membaca di hadapan Malik, dari
Sumay maula Abu Bakar bin Abdurrahman dari Abu Shalih as-Samman, dari Abu
Hurairah r.a, bahwa Rasulullah bersabda, “Umrah kepada Umrah yang lain
merupakan penebus dosa di antara keduanya. Dah Haji yang mabrur tidak ada
balasannya selain surga.” (Shahih)
Begitu banyak keutamaan Haji
dan Umrah. Dan masih banyak keutamaan dari syarat dan rukun Haji dan Umrah.
BAB III
PENUTUP
haji
adalah pergi menuju kota Mekah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sa’I, wuquf di
arafah dan seluruh manasik lainnya, dalam rangka menjalankan perintah Allah dan
mencapai keridhaan-Nya.
Kata
al-Umrah berasal dari Al-I’timar yang berarti kunjungan. Maksudnya adalah
kunjungan ke ka’bah dan mengerjakan thawaf di sekelilingnya, lalu dilanjutkan
dengan sa’I di antara shafa dan Marwah, dan ditutup dengan mencukur rambut atau
memendekkannya.
Syarat haji: 1) Islam 2)
Baligh 3) Berakal 4) Merdeka 5) Kesanggupan/mampu. Rukun Haji: 1) Ihram 2)
Wuquf 3) Tawaf Ifadah 4) Sa’I 5) Tahallul 6) Tertib. Wajib Haji: 1) Niat Ihram
2) Mabit di Muzdhalifah 3) Melontar Jumrah Aqabah 4) Mabit di Mina 5) Melontar
jumrah ula, wustha dan aqabah 6) Tawaf Wada’ 7) Meninggalkan perbuatan yang
dilarang saat ihram. Sedangkan Rukun Umrah: 1) Niat 2) Tawaf 3) Sai’e 4) Tahallul
5) Tertib.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Qadir Syaibah al-Hamd, Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram Kitab Haji, jilid
4, Jakarta; Darul Haq, 2006
Ali
bin Muhammad al-Maghribi, Kitab Fadhail A’mal, jilid 2, Jakarta; Darul
Haq, 2007
Drs.
Muslich Shabir, Terjemah Riyadlus Shalihin, jilid 2, Semarang; PT. Karya
Toha Putra, 1981
Syaikh
Thalal Al-‘Aqil & Dr. dr. Khalid Al-Jabir, Benar dan Sehat Berhaji,
Solo; Aqwam, 2009
Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid 1, Jakarta; Al-I’tishom Cahaya Umat, 2010
[1]
Abdul Qadir Syaibah al-hamd, Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram Kitab Haji,
hal; 01
[2]
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, hal; 695
[3]
Drs. Muslich Shabir, Terjemah Riyadus Shalihin, hal; 214
[4]
Sayyid Sabiq, ibid, hal; 840
[5]
Abdul Qadir Syaibah al-hamd, ibid, hal; 02
[6]
Sayyid Sabiq, ibid, hal; 840
[7]
Ibid, hal; 841
[8]
Syaikh Thalal Al-Aqil, Drs dr. Khalid Al-Jabir, Benar dan Sehat Berhaji, hal;
24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar