Fiqh

HAJI DAN UMRAHOleh: Hanafi Kelompok V bersama Fitriani dan Sahrani


BAB I
PENDAHULUAN
Haji adalah rukun islam yang berada diurutan ke lima setelah rukun islam yang empat. Lalu kenapa diletakkan pada urutan ke lima? Istilah seperti ini sebenarnya bukanlah suatu perkara yang membatasi antara urutan pertama dan urutan dibawahnya, bahkan dengan urutan yang terakhir. Sebab apabila hal demikian adalah seuatu perkara yang serius, maka akan terkonsep sebuah tolak ukur sebuah hukum yang nilainya sangat jauh antara urutan yang pertama dengan urutan yang ada di bawahnya. Padahal secara spritual, tingkat gambaran di atas tidak berpengaruh terhadap nilai secara dhahir mengenai sebuah perkara wajib. Yang terpenting disini, seberapa nilai kita melakukan ibadah itu sendiri.
Tidak ada ukuran nilai haji dengan nilai puasa, tidak ada ukuran nilai haji dengan zakat, bahkan tidak ada ukuran nilai haji dengan shalat. Yang menjadi tolak ukur sebenarnya disini adalah, seberapa kuat kita mengamalkan syahadatain dengan melalui system empat ibadah tersebut (Shalat, zakat, puasa dan haji).
Memang pada tingkat kewajiban disini, ibadah haji hanya menjadi wajib bagi orang yang mampu, dan tidak wajib bagi orang yang tidak mampu. Namun, tidak ada seorangpun yang tidak ingin naik haji karena keterbatasan harta. Bahkan sudah banyak fenomena yang membuktikan, justru orang miskin yang akhirnya banyak mampu melaksanakan ibadah haji. Contohnya, seperti kisah nyata seorang penjual  bubur yang mampu naik haji sampai dua kali. Begitu banyak film-film bioskop indonesia yang menceritakan orang miskin mampu naik haji. Jika memang kita punya kemauan yang kuat untuk naik haji, tidak mungkin Allah SWT pasti akan membantunya dengan berbagai jalan yang diridhai-Nya.
Untuk itu jangan pernah berpikir, bahwa orang miskin tidak akan mampu naik haji, sehingga orang miskin itu sendiri enggan untuk mempelajari konsep-konsep haji, dari rukun-rukunnya hingga syarat-syaratnya. Marilah! Belajar secara tuntas, sebagai bekal nantinya ketika Allah memberi sebuah kemampuan untuk melaksanakan haji. Dalam makalah ini tidak hanya membicarakan masalah haji, akan tetapi sebuah ibadah yang prakteknya juga tidak jauh beda dengan haji, yakni mengenai umrah, rukun dan syarat umrah itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Haji
Haji, pengertiannya secara etemologi bermakna: mendatangi sesuatu yang diagungkan, dan secara terminologi adalah mendatangi Baitullah al-Haram untuk menunaikan manasik tertentu dengan tata cara tertentu dalam waktu tertentu.[1]
Definisi haji adalah pergi menuju kota Mekah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sa’I, wuquf di arafah dan seluruh manasik lainnya, dalam rangka menjalankan perintah Allah dan mencapai keridhaan-Nya.[2]
Sebagaimana fiman Allah SWT: “Sesungguhnya, rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia adalah Baitullah yang Dibakkah (Mekah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. Siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amalan dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. Siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya, Allah Mahakarya dari semesta alam.” (Ali Imran: 96-97)
Haji merupakan salah satu rukun di antara kelima rukun islam dan salah satu di antara  sekian kewajiban agama yang diketahui secara pasti. Artinya, apabila seorang mengingkarinya, maka dia menjadi kafir dan keluar (murtad) dari Islam.
Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW berkhutbah dihadapan kami dimana beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji kepada kamu sekalian; oleh karena itu berhajilah”. Ada seorang laki-laki bertanya: “Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?”. Beliau terdiam, sampai orang itu mengulanginya tiga kali, kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya aku mengatakan ‘ya’ berarti menjadi wajib, dan niscaya kalian tidak mampu, karena sesungguhnya ummat-ummat sebelum kamu itu binasa karena banyaknya pertanyaan dan karena mereka suka berselisih dengan Nabi-Nabi mereka. Oleh karena itu jika aku memerintahkan sesuatu kepadamu maka laksanakanlah sekuat tenagamu, dan jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim)[3]
B.       Pengertian Umrah
Kata al-Umrah berasal dari Al-I’timar yang berarti kunjungan. Maksudnya adalah kunjungan ke ka’bah dan mengerjakan thawaf di sekelilingnya, lalu dilanjutkan dengan sa’I di antara shafa dan Marwah, dan ditutup dengan mencukur rambut atau memendekkannya.[4]
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan dalam Fath al-Bari bahwa kata Umrah berasal dari kata memakmurkan (‘Imarah) Masjidil Haram sedangkan secara terminologi  adalah ihram dari miqat, thawaf, sa’I dan mencukur rambut seluruhnya (al-Halq) atau memendekkannya saja (at-Taqshir).[5]
Seluruh ulama’ sepakat (ijma’), umrah adalah ibadah yang ditetapkan oleh syariat. Ibnu Abbas r.a menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan satu kali haji.” (HR. Ahmad Ibnu Majah)[6]
Dari Ibnu Abbas r.a bahwasannya Nabi SAW bersabda: “Umrah pada bulan ramadhan itu sebanding dengan haji atau sebanding dengan haji bersama aku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ulama’ Mazhab Hanafi dan Imam Malik berpendapat, umrah adalah sunnah. Dalilnya adalah hadits Jabir r.a bahwa Nabi SAW ditanya tentang hukum umrah, apakah wajib? Beliau menjawab, “Tidak”. Hadits ini hasan shahih.[7]
Menurut para ulama’ madzhab Syafi’ie dan Imam Ahmad, hukum umrah adalah wajib. Dalilnya adalah firman Allah SWT “Dan sempurnakanlah haji dan Umrah karena Allah.” (Al-Baqarah: 196) Dalam ayat ini, umrah disandingkan dengan haji yang hukumnya adalah wajib, sehingga umrah pun menjadi wajib.
C.      Syarat, Rukun dan Wajib Haji

          1.      Syarat haji
Syarat wajib haji adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji. Ulama’ fiqih sepakat bahwa haji wajib dilaksanakan dengan syarat-syarat berikut:
  1. Islam
  2. Baligh
  3. Berakal
  4. Merdeka
  5. Kesanggupan/mampu
           2.      Rukun Haji
Yang dimaksud rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji, dan jika tidak dikerjakan hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut:
  1. Ihram; ialah pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umrah dengan memakai pakaian ihram disertai niat haji atau umrah di miqat. Adapun bagi wanita , tidak ada pakaian haji yang dikhususkan. Wanita hendaknya memakai pakaian yang dapat menutupi aurat dan lekuk tubuhnya dengan warna apa saja (tidak harus putih) juga tidak mengenakan perhiasan.[8]
  2. Wuquf di arafah, yaitu diam diri, dzikir dan berdoa di Arafah pada tanggal 09 zulhijjah. Wuquf dipandang cukup bila dilaksanakan apda bagian mana pun dalam rentang waktu tersebut, baik siang maupun malam. Hanya saja, jika wuquf dilakukan di siang hari, maka harus dituntaskan hingga setelah maghrib. Namun, jika wuquf dilakukan di malam hari, maka tidak ada keharusan apapun. Menurut Asy-Syafi’ie, memperpanjang wuquf hingga malam adalah Sunnah.
  3. Tawaf ifadah, yaitu mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah aqabah pada tanggal 10 Zulhijjah.
  4. Sa’ie, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara shafa dan Marwah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah tawaf ifadah.
  5. Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan sa’ie. Mencukur botak atau pendek ditetapkan oleh Al-quran, sunnah dan Ijma’. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (Al-Fath: 27) Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah mengasihi orang-orang yang mencukur rambut kepalanya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda lagi, “Semoga Allah mengasihi orang-orang yang mencukur rambut kepalanya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda lagi, “Semoga Allah mengasihi orang-orang yang mencukur rambut kepalanya.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana dengan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW bersabda, “Begitu juga orang-orang yang memendekkan rambutnya.”
  6. Tertib, yaitu mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal. 
          3.      Wajib Haji
Wajib haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap rukun haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus membayar dam (denda), yang termasuk wajib haji adalah:
  1. Niat ihram, untuk haji atau umrah dari miqat makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
  2. Mabit (bermalam) di muzdalifah, pada tanggal 9 zulhijjah (dalam perjalanan dari arafah ke mina)
  3. Melontar jumrah aqabah, pada tanggal 10 zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap  melempar kerikil sambil berucap, “Allahu Akbar, Allahummaj alhu hajjan mabruran wa zanban maghfuran”. Setiap kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
  4. Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 zulhijjah)
  5. Melontar jumrah ula, wustha dan aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 zulhijjah)
  6. Tawaf wada’, yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekkah.
  7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram. 
D.      Rukun Umrah
Terdapat lima perkara dalam Rukun Umrah yang mesti dilaksanakan oleh jemaah. Pelaksanaan Rukun Umrah tidak boleh dibuat dengan mewakilkannya kepada orang lain. Sekiranya salah satu daripada Rukun Umrah ditinggalkan secara sengaja atau tidak sengaja, ibadah umrah tersebut adalah tidak sah. Lima Rukun Umrah ialah:
  1. Niat
  2. Tawaf
  3. Sai’e
  4. Tahallul
  5. Tertib

 Niat
Setiap ibadah hendaklah dimulai dengan niat. Jika seseorang itu tidak berniat sama ada sengaja atau terlupa umrahnya menjadi tidak sah. Berniat umrah boleh dilakukan pada bila-bila masa. Berikut ialah lafaz niat umrah:
نويت العمرة وأحرمت بها لله تعالى
 Artinya : “Sahaja aku berniat umrah dan berihram aku untuk melaksanakannya kerana Allah Ta’ala.”
Tawaf
Tawaf adalah salah satu rukun yang sangat penting dalam ibadat umrah. Sekiranya ia tidak dilaksanakan mengikut syarat-syaratnya, ia menjadi tidak sah dan justeru itu Sai’e, iaitu rukun yang berikutnya juga akan menjadi tidak sah. Syarat- syarat sah tawaf sebagai berikut:
  1. Berniat mengelilingi Ka’abah semata-mata untuk menunaikan tawaf kerana Allah S.W.T. Lafaz niat Tawaf Umrah:  نويت أن أطوف بهذا البيت طواف العمرة سبعة أشواط لله تعالى Artinya: “Aku berniat Tawaf Umrah di Ka’abah ini tujuh pusingan kerana Allah Taala.”
  2. Tawaf hendaklah dilakukan di luar Ka’abah tetapi di dalam Masjidil Haram. Tawaf boleh dilakukan di bahagian atas Masjidil Haram tetapi mesti dipastikan bahu sentiasa mengiringi Ka’abah.
  3. Tidak boleh menyentuh mana-mana bahagian Ka’abah termasuk  Syazarwan (bingkai Ka’abah) semasa tawaf.
  4. Tidak boleh menggunakan laluan di bawah pancur emas antara Hijr Ismail dengan Ka’abah (kerana Hijr Ismail juga dikira sebahagian daripada Ka’abah
  5. Laluan tawaf hendaklah bersih daripada najis.
  6. Tawaf hendaklah dimulai dari belakang garisan Hijr al-aswad dan diakhiri dengan melangkah garisan yang sama.
  7. Tawaf hendaklah dilakukan sebanyak tujuh kali pusingan dengan  sempurna dan yakin.
  8. Mesti mengirikan Ka’abah sepanjang masa tawaf. Beri perhatian khusus apabila tiba di penjuru-penjuru Ka’abah.
  9. Mesti suci daripada hadas kecil (yakni berwuduk).
  10. Mesti suci daripada hadas besar.
  11. Badan dan pakaian mesti suci daripada najis.( mendukung anak lelaki yang belum berkhatan adalah diaggap membawa najis yang menyebabkan tawaf menjadi tidak sah).
  12. Mesti menutup aurat.

 Sai’e
Sai’e adalah juga satu rukun yang penting dan perlu dilaksanakan dengan sempurna. Walaupun begitu sahnya Sai’e bergantung kepada sahnya tawaf. Jika kerana sesuatu sebab, tawaf tidak sah maka Sai’e yang walaupun dibuat dengan sempurna akan turut menjadi tidak sah. Syarat-syarat sah Sai’e:
  1. Hendaklah dilakukan selepas tawaf.
  2. Tujuan hendaklah semata-mata untuk Sai’e.
  3. Sai’e hendaklah dimulai dari Bukit Safa dan tamat di Bukit Marwah.
  4. Sai’e dilakukan genap dan sempurna bilangan sebanyak tujuh kali. Perjalanan balik dari Marwah ke Safa dikira sekali pula.
  5. Jarak perjalanan Safa ke Marwah dikira dari kaki bukit ke kaki bukit. Tetapi sekurang-kurangnya ialah jarak yang ditentukan untuk mereka yang menggunakan kereta sorong.
  6. Perjalanan dari Safa ke Marwah dan sebaliknya tidak terputus yakni seseorang  itu tidak melencong keluar melalui satu pintu dan masuk semula menerusi satu pintu lain.

 Tahallul
            Bertahallul maknanya melepaskan diri dari larangan ihram menurut cara yang ditetapkan untuk umrah. Bagi umrah seseorang itu boleh bertahallul setelah selesai melaksanakan dengan sempurna semua kerja-kerja rukun yang lain iaitu niat, tawaf dan Sai’e. Syarat Tahallul ialah Menggunakan sekurang-kurangnya tiga helai rambut (bukan bulu) dengan cara bergunting atau dengan cara–cara lain. Tetapi adalah afdhal bagi lelaki mencukur kepalanya. Bagi orang yang kepalanya tidak berambut memadai jika dilalukan pisau di atas kepalanya. Adapun Perkara-perkara yang berkaitan dengan jemaah wanita:
  1. Perempuan yang berambut panjang boleh memotong mana-mana bahagian rambutnya untuk tahallul asalkan tidak kurang dari tiga helai.
  2. Suami boleh menggunting rambut isterinya sebelum menggunting rambutnya sendiri selepas kedua-duanya selesai Sai’e umrah. Tetapi sebaik-baiknya suami menggunting rambutnya dulu.
  3. Perempuan haid boleh bertahallul dan rambut yang dipotong dimasukkan saja ke dalam bekas yang disediakan.

 Tertib
Para jemaah hendaklah melaksanakan segala Rukun Umrah satu persatu, mengikut tertibnya (aturan).



E.       Keutamaan Haji dan Umrah
Begitu banyak keutamaan haji dan Umrah dari ibadah-ibadah yang lain. Dalam makalah ini tidak keseluruhan diuraikan tentang keutamaan Haji dan Umrah, hanya sebagian saja, sebagai gambaran jelas bahwa keutamaan haji dan Umrah sungguh luar biasa, di antaranya:
1.   Orang yang berhaji dan berumrah adalah tamu Allah.  Imam an-Nisa’I r.a berkata, “Isa bin Ibrahim bin Martsud mengabarkan kepada kami. Ia berkata, ‘Ibnu Wahb menceritakan kepada kami. Dari Makhramah, dari ayahnya, ia berkata, ‘Saya mendengar Suhail bin Abi Shalih berkata, ‘Saya mendengar ayahku berkata, ‘Saya mendengar Abu Hurairah berkata, ‘Rasulullah bersabda; “Tamu Allah itu ada tiga; orang yang berperang, orang yang berhaji dan berumrah.” (Hasan)
2.    Haji dan Umrah kefakiran. Imam an-Nasa’I berkata, “Abu Daud mengabarkan kepada kami. Ia berkata, ‘Abu Attab telah menceritakan keapda kami. Ia berkata, ‘Azrah bin Tsabit menceritakan kepada kami, dari Amar bin Dinar, ia berkata, ‘Ibnu Abbas r.a berkata, ‘Rasulullah bersabda, “Susunkanlah antara haji dengan Umrah, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana ubunan (alat peniup api) tukang besi menghilangkan karat besi.” (Shahih dengan semua syahidnya)
3.    Umrah merupakan penebus dosa dan Haji tidak ada balasannya selain surga. Imam Muslim r.a berkata, “Yahya bin Yahya menceritakan kepada kami. Ia berkata ‘Saya membaca di hadapan Malik, dari Sumay maula Abu Bakar bin Abdurrahman dari Abu Shalih as-Samman, dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah bersabda, “Umrah kepada Umrah yang lain merupakan penebus dosa di antara keduanya. Dah Haji yang mabrur tidak ada balasannya selain surga.” (Shahih)
Begitu banyak keutamaan Haji dan Umrah. Dan masih banyak keutamaan dari syarat dan rukun  Haji dan Umrah.



BAB III
PENUTUP
haji adalah pergi menuju kota Mekah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sa’I, wuquf di arafah dan seluruh manasik lainnya, dalam rangka menjalankan perintah Allah dan mencapai keridhaan-Nya.
Kata al-Umrah berasal dari Al-I’timar yang berarti kunjungan. Maksudnya adalah kunjungan ke ka’bah dan mengerjakan thawaf di sekelilingnya, lalu dilanjutkan dengan sa’I di antara shafa dan Marwah, dan ditutup dengan mencukur rambut atau memendekkannya.
Syarat haji: 1) Islam 2) Baligh 3) Berakal 4) Merdeka 5) Kesanggupan/mampu. Rukun Haji: 1) Ihram 2) Wuquf 3) Tawaf Ifadah 4) Sa’I 5) Tahallul 6) Tertib. Wajib Haji: 1) Niat Ihram 2) Mabit di Muzdhalifah 3) Melontar Jumrah Aqabah 4) Mabit di Mina 5) Melontar jumrah ula, wustha dan aqabah 6) Tawaf Wada’ 7) Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram. Sedangkan Rukun Umrah: 1) Niat 2) Tawaf 3) Sai’e 4) Tahallul 5) Tertib.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram Kitab Haji, jilid 4, Jakarta; Darul Haq, 2006
Ali bin Muhammad al-Maghribi, Kitab Fadhail A’mal, jilid 2, Jakarta; Darul Haq, 2007
Drs. Muslich Shabir, Terjemah Riyadlus Shalihin, jilid 2, Semarang; PT. Karya Toha Putra, 1981
Syaikh Thalal Al-‘Aqil & Dr. dr. Khalid Al-Jabir, Benar dan Sehat Berhaji, Solo;  Aqwam, 2009
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid 1, Jakarta; Al-I’tishom Cahaya Umat, 2010






[1] Abdul Qadir Syaibah al-hamd, Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram Kitab Haji, hal; 01
[2] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, hal; 695
[3] Drs. Muslich Shabir, Terjemah Riyadus Shalihin, hal; 214
[4] Sayyid Sabiq, ibid, hal; 840
[5] Abdul Qadir Syaibah al-hamd, ibid, hal; 02
[6] Sayyid Sabiq, ibid, hal; 840
[7] Ibid, hal; 841
[8] Syaikh Thalal Al-Aqil, Drs dr. Khalid Al-Jabir, Benar dan Sehat Berhaji, hal; 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar